Menghayati budaya baca-tulis bukan sekadar persoalan kecintaan, semangat, atau sikap mental. Kebudayaan baca-tulis juga berpijak pada hal-hal yang bersifat material, jasmaniah, dan historis di luar kendali dan pilihan hidup orang.
Konon banyak mahasiswa dari kelas bawah yang mengalami hambatan dalam proses belajar dalam masyarakat dan sekolah bermayoritas kulit putih dan kaya. Salah satu kesimpulan sementara di kalangan sarjana yang meneliti kasus ini ialah para pemuda dari kalangan yang kurang beruntung ini kuat secara fisik dan ungguI dalam berbagai kegiatan di sekolah, tetapi tidak terlatih duduk berjam-jam di depan buku di atas meja tulis, dan bergulat secara mental dengan gagasan abstrak. Tubuhnya memberontak bila dipasang berjam-jam di kursi.
Heryanto, Ariel (2004) “Huruf demi Huruf” dalam Bukuku Kakiku, St. Sularto, W.S. Brata, and P. Benedanto (eds), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 21-40.
kata kunci: akademik, dosen, Dunia Ketiga, generasi, industri, intelektual, kelas sosial, modal, PRT