Mengapa Reformasi 1998 Mengecewakan?

Perjuangan kerakyatan menuntut napas panjang, butuh kerja kolektif banyak pihak yang terorganisasi dengan strategi dan visi jauh ke depan. Ledakan militansi massa yang spontan dan tidak terorganisasi sering kali memberikan sumbangan penting pada masa kritis. Begitu juga pesona karismatik tokoh-tokoh individual. Tapi semua itu tidak dapat diandalkan dalam perjuangan berjangka panjang yang meletihkan sesudah hiruk-pikuk pergolakan sosial mereda dan kehidupan masyarakat kembali ke dalam rutinitas.

Heryanto, Ariel (2023) “Mengapa Reformasi 1998 Mengecewakan?”, TEMPO, 28/05/2023: 64-65.

kata kunci: demonstrasi, pasca-Orde Baru, reformasi dibajak, romantisme, Soe Hok Gie

Dipublikasikan oleh

avatar Tidak diketahui

arielheryanto

IG: arielheryanto twitter: @ariel_heryanto facebook: ariel.heryanto

Satu komentar pada “Mengapa Reformasi 1998 Mengecewakan?”

  1. Tulisan Ariel Heryanto tahun 2023 ternyata masih hidup dan relevan sampai Pemilu 2024 selesai. Reformasi 1998 ternyata letupan sosial dan bukan arus kuat yang bertahan lama. Bahkan sebagian besar pencetus dan lakon utamanya pudar di tengah tawaran, kepentingan dan kompromi politik. Merindukan idealisme memang adalah jati diri seorang akademisi, namun kenyataan politik bisa berbeda jauh dari angan-angan kita. Joko Widodo adalah aktor politik utama, bukan legenda yang layak dimimpikan. Selama masih menjabat Presiden, ia masih dan akan menggunakan segala kekuasaannya ke arah yang ia mau dan sejauh yang (penegak) hukum menyetujuinya. Walahualam.

    Suka

Tinggalkan Balasan ke heryantoliem Batalkan balasan