Kerangka berpikir “1965-sebagai-konflik-horisontal” tidak saja membebaskan Negara dari gugatan politik, moral, kultural, dengan atau tanpa gugatan legal, sebagai penanggung-jawab terbesar banjir darah 1965. Bila kita mereproduksi kerangka berpikir itu, kita ikut meneruskan tradisi Orde Baru mengadu-domba antar golongan dalam masyarakat.
Heryanto, Ariel (2016) “Negara dan Maaf 1965”, Tempo, 8/05/2016: 90-91.
kata kunci: 1965, korban, maaf, negara, konflik horizontal, Simposium
Bapak saya adalah perwira pertama dari Kota Batu Malang. Alumnus dari kodam V Brawijaya. Dinas terakhir di bukit barisan Medan. Pada peristiwa 65, Bapak menolak perintah dari atasannya. Kemudian Beliau dimasukkan ke penjara, Di campur dg orang orang dari partai komunis. Hingga hari ini Bapak tidak menerima pensiun
SukaSuka