Indonesia Dalam Indo

Klik 2015_04_INDOPROGRESS Indonesia dalam Indo-c

“Seperti telah saya sebutkan dalam bagian pembuka tulisan ini, saya tidak berminat mempelajari ‘Indo dalam Indonesia’: memasukkan nama-nama besar sebuah komunitas etnis yang selama ini terhilang ke dalam kantong besar bernama sejarah Indonesia. Penelitian yang sedang saya kerjakan justru sebaliknya, mencoba memahami ‘Indonesia dalam Indo’. Yakni memahami sosok Indonesia paling awal dalam sepak terjang sebuah kelompok sosial, baik Indo mau pun Peranakan Cina yang sudah lebih dari setengah abad dianggap ‘bukan/kurang’ Indonesia. Padahal mereka lebih dulu meng-Indonesia dari kebanyakan yang lain.”

Heryanto, Ariel (2015) “Indonesia Dalam Indo”, IndoProgress, 20 April, http://indoprogress.com/2015/04/indonesia-dalam-indo-menghargai-semua-untuk-hindia/

kata kunci: Hindia Belanda, Iksaka Banu, Indo, IndoProgress , Peranakan, sejarah, Semua untuk Hindia

Menolak Diam, Menolak Dusta

2014_09_07_INDOPROGRESS Menolak Diam, Menolak Dusta-c

Heryanto, Ariel (2014) “Menolak Diam, Menolak Dusta”, IndoProgress, 7 September, http://indoprogress.com/2014/09/menolak-diam-menolak-dusta/

kata kunci: film, IndoProgress, resensi, Senyap, The Act of Killing, The Look of Silence

Budaya Pop Indonesia: Kehangatan Seusai Perang Dingin

Untuk pertama kalinya sejak masa kolonialisme Eropa, dunia hiburan kelas menengah di Indonesia – dan banyak negara Asia lainnya – kini dikuasai budaya pop dari negara Asia lain, jauh mengungguli dominasi budaya pop Barat, khususnya Amerika Serikat.

Heryanto, Ariel (2009) “Budaya Pop Indonesia: Kehangatan Seusai Perang Dingin”, Prisma, 28 (2, Oktober): 15-30.

kata kunci: Ayat-ayat Cinta, budaya pop, industri, Inul Daratista, K-drama, kapitalisme, Perang Dingin, Prisma, sehari-hari

Perlawanan dalam Kepatuhan?

Klik 1994_3_KALAM Perlawanan Dalam Kepatuhan-c

“Di sebuah kampus yang menjadi pusat gerakan demonstran mahasiswa di Yogyakarta pada tahun 1990- an pernah terjadi pendudukan kantor rektor. Mereka menuntut pencairan izin rektor bagi penerbitan majalah mahasiswa yang dibreidel si rektor. Kelihatannya dengan tindakan itu si rektor ditaklukkan, tetapi sebenarnya ia sedang dinobatkan sebagai sumber tertinggi kewenangan bagi mahasiswa untuk menerbitkan majalah. Yang menobatkan justru mahasiswa yang menjadi korban lembaga perizinan itu sendiri.

Ketika pendukung Sukarno marah terhadap beberapa pejabat Orde Baru yang menuduh Sukarno bersimpati pada Marxisme-Komunisme, kaum Sukarnois ini secara tak sengaja mendukung propaganda Orde Baru bahwa Marxisme-Komunisme itu nista dan haram. . .

Peperangan seringkali digambarkan sebagai bentuk paling ekstrem dari suatu konflik. Padahal, sebuah peperangan hanya mungkin terjadi apabila kedua belah pihak mempunyai sejumlah kesepakatan wacana.”

Heryanto, Ariel (1994) “Perlawanan dalam Kepatuhan?”, Kalam, 1 (3): 10-23.

kata kunci: Barat, dekonstruksi, esensialis, hak asasi manusia, identitas, Kalam, kepatuhan, konstruksi, orientalis, perlawanan, Timur

Postmodernisme: Yang Mana?

1994_1_KALAM Posmoderenisme Yang Mana-c

“Postmodernisme tidak sama dengan non-modern atau anti-modernisme. Beda di antara modernisme dan postmodernisme tidak bersifat mutlak hitam-putih. Postmodernisme membangkitkan kembali apa yang dulu pernah ada pada modernisme tetapi terbengkalai atau tertindas. Ini bukan berarti postmodernisme hanyalah sebuah- ragam baru dari modernisme. Sebuah isme layak disebut pemberontak revolusioner, karena mampu menampilkan ke puncak permukaan apa-apa yang semula laten dan tertindas. Bukan karena isme ini menjungkir-balikkan semua yang pernah ada dan memusnahkannya lalu menciptakan suatu tata-dunia yang secara murni serba-baru.”

“Orang yang terbenam dalam sebuah discourse – seperti banyak rekan kita yang modernis – tidak dapat menyadari adanya discourse yang lain. Discourse yang dimilikinya sendiri tak tampak sebagai sebuah discourse. Seperti kata pepatah tentang ikan yang tak dapat melihat air dan merasakan basah kuyup walau ia hidup di dalam air. Postmodernisme umumnya, dan poststrukturalisme khususnya merupakan sebuah discourse tentang berbagai ragam discourse. Kesadaran inilah yang tak ada dalam modernisme dan berbeda dari relativisme milik modernisme.”

Heryanto, Ariel (1994) “Postmodernisme: Yang Mana?”, Kalam, 1 (1): 80-93.

kata kunci: bahasa, discourse, humanisme, Kalam, modernisme, penerjemahan, postmodernisme, wacana

Kritik, Budaya dan Hegemoni: Benarkah Budaya Jawa Menghambat Kritik di Indonesia?

1993_Th2-No41_BD Kritik, Budaya dan Hegemoni-c

Heryanto, Ariel (1993) “Kritik, Budaya dan Hegemoni: Benarkah Budaya Jawa Menghambat Kritik di Indonesia?”, Bina Darma, 11 (41): 28-36.

kata kunci: Bina Darma, budaya, doxa, Gramsci, Jawa, keabsahan, kritik, hegemoni

Pembakuan Bahasa dan Totalitarianisme

klik 1992_10-12_VII-2_KRITIS Pembakuan Bahasa dan Totalitarianisme-c

“ilmuwan tak pernah bebas dari kuasa dan politik, juga linguis yang kelihatannya hanya sibuk menjungkir-balik ejaan kata, awalan, atau bunyi kata. Ia dan kerjanya dibentuk dari-oleh-untuk kuasa, walau tidak langsung bersifat kekuasaan politik kenegaraan”

Heryanto, Ariel (1992) “Pembakuan Bahasa dan Totalitarianisme”, Kritis, 7 (2): 18-28.

kata kunci: bahasa, elitisme, fasisme, ideologi, instrumentalis, komodifikasi, Kritis, negara, pembakuan, totalitarianisme