Sekali Seumur Hidup

Studi doktoral bukan perkara sepele. Bukan semata-mata persoalan kecerdasan. Juga bukan persoalan kerja keras dan tekad. Tapi yang terlebih penting dari semua itu: persoalan makna dan jalan hidup orang yang bersangkutan.

Heryanto, Ariel (2019) “Sekali Seumur Hidup”, pengantar dalam Iwan A. Yusuf (ed) Roller Coaster Empat Musim, Jakarta: Writerprenuer Club, hal. 11-17.

kata kunci: Australia, beasiswa, doktor, mahasiswa, peneliti, S3, studi

video terkait: https://youtu.be/qdc4sox5GJM

Kiblat dan Beban Ideologis Ilmu Sosial

Masalahnya di sini, bukan saja strukturaIis versi marxisme di Indonesia 1980-an tidak pernah dipaksa atau diberi kesempatan untuk berkembang lebih matang lewat serangkaian perdebatan yang intens. Persoalannya, baik strukturalisme dalam lingkup yang lebih luas – di luar marxisme – mau pun kulturalisme tidak cukup dipahami dan dibahas cukup mendalam di masa itu.

Heryanto, Ariel (2006) “Kiblat dan Beban Ideologis Ilmu Sosial”, dalam V Hadiz dan D Dhakidae (eds), Ilmu Sosial dan Kekuasaan di Indonesia, Jakarta: Equinox, hal.63-97.

kata kunci: ideologi, liberalisme, Orde Baru, Pembangunan, pendekatan budaya, pengetahuan, strukturalisme

klik di sini untuk versi bahas Inggrisnya

Huruf demi Huruf

Menghayati budaya baca-tulis bukan sekadar persoalan kecintaan, semangat, atau sikap mental. Kebudayaan baca-tulis juga berpijak pada hal-hal yang bersifat material, jasmaniah, dan historis di luar kendali dan pilihan hidup orang.

Konon banyak mahasiswa dari kelas bawah yang mengalami hambatan dalam proses belajar dalam masyarakat dan sekolah bermayoritas kulit putih dan kaya. Salah satu kesimpulan sementara di kalangan sarjana yang meneliti kasus ini ialah para pemuda dari kalangan yang kurang beruntung ini kuat secara fisik dan ungguI dalam berbagai kegiatan di sekolah, tetapi tidak terlatih duduk berjam-jam di depan buku di atas meja tulis, dan bergulat secara mental dengan gagasan abstrak. Tubuhnya memberontak bila dipasang berjam-jam di kursi.

Heryanto, Ariel (2004) “Huruf demi Huruf” dalam Bukuku Kakiku, St. Sularto, W.S. Brata, and P. Benedanto (eds), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 21-40.

kata kunci: akademik, dosen, Dunia Ketiga, generasi, industri, intelektual, kelas sosial, modal, PRT

Peranakan: Yang Punah, Yang Mengglobal

Sejauh pengamatan saya, warga Tionghoa di Jawa jauh lebih majemuk ketimbang pembedaan dua kelompok yang selama ini terlanjur lazim: totok dan peranakan. Kita bisa membedakan lima kelompok yang berlainan di antara minoritas ini.

Heryanto, Ariel (2018) “Peranakan: Yang Punah, Yang Mengglobal”, dalam L. Wibisono dkk (eds) Peranakan Tionghoa Indonesia; Sebuah Perjalanan Budaya, Jakarta: Komunitas Lintas-Budaya Indonesia dan PT Intisari Mediatama, hal. 342-349.

kata kunci: budaya, Eropa, fiksi, Melayu, Orde Baru, Tiongkok

Media, Nasion, dan Sejarah

Lemahnya studi media dan kajian teori ten tang kebudayaan pada umumnya memberikan jalan mulus bagi dominasi studi politik dan ekonomi atas media massa. Di situ media massa dianggap sebagai barang mati. Ia tak lebih daripada sebuah “alat” propaganda politik penguasa untuk menindas rakyat, atau “alat” propaganda tandingan di tangan kaum oposisi untuk melawan tirani penguasa.

Heryanto, Ariel (2000) “Media, Nasion, dan Sejarah”, dalam Dedy N. Hidayat, Effendi Gazali, Harsono Suwardi, Ishadi S.K. (eds), Pers dalam “Revolusi Mei” Runtuhnya Sebuah Hegemoni, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 423-430.

kata kunci: kajian media, kekerasan, nasion, pasca-Orde Baru, reformasi, teori

Industrialisasi Pendidikan

Sejak pemerintah kolonial Belanda membuka sekolah-sekolah untuk kaum pribumi, pendidikan formal tidak pernah terlepas dari kepentingan politik ekonomi kaum yang sedang berkuasa secara politik, ekonomi, maupun budaya. Lebih tegasnya, sekolah tidak pernah semata-mata atau terutama dimaksudkan sebagai upaya “mencerdaskan kehidupan bangsa” atau memajukan ilmu pengetahuan dunia secara abstrak dan universal, atau menyejahterakan rakyat jelata.

Heryanto, Ariel (2000) “Industrialisasi Pendidikan” dalam Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Sindhunata (ed.), Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hal. 35-47.

kata kunci: globalisasi, industrialisasi, internasionalisasi, mobilitas, pasar, pendidikan, perubahan

Perkosaan Mei 1998: Beberapa Pertanyaan Konseptual

Atas dasar itu, penggunaan istilah ‘kerusuhan’ yang sudah menjadi umum untuk menggambarkan peristiwa Mei tersebut menjadi layak untuk digugat. Mungkin akan lebih tepat jika peristiwa itu digambarkan sebagai pogrom atau pembantaian. Istilah ‘kerusuhan’ (riot) merujuk pada kekerasan massal dari lapisan bawah terhadap elit di kelas atasnya. Sementara itu, pembantaian dalam pengertian pogrom menunjukkan operasi kekerasan terorganisir dari lapisan atas masyarakat lerhadap massa rakyat.

Heryanto, Ariel (2000) “Perkosaan Mei 1998: Beberapa Pertanyaan Konseptual” dalam Negara dan Kekerasan Terhadap Perempuan, Nur Iman Subono (ed.), Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, hal. 57-97.

kata kunci: bahasa, kekerasan politik, perkosaan, maskulin, Mei 1998, negara, rasisme

Pramoedya Ananta Toer: Sebuah Album Abad XX

Belum pernah ada novel Indonesia yang dikagumi sehebat dan sekaligus dikutuk sehina seperti empat novel bersambung (tetralogi) karya Pramoedya Toer yang ditulisnya dalam pengasingan di Pulau Buru.

Heryanto, Ariel (2000) “Pramoedya Ananta Toer: Sebuah Album Abad XX” dalam Seribu Tahun Nusantara, J.B. Kristanto (ed.), Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, hal. 541-549.

kata kunci: Bumi Manusia, Pramoedya Ananta Toer, Pulau Buru, sastra, sejarah, Sukarno

Nonpribumi: Dibiarkan, Dibaurkan, atau Dibubarkan?

Yang namanya ‘komunitas’ etnis Tionghoa (atau Jawa, Jepang, Prancis) sebenamya tidak ada. Yang ada hanya usaha rekayasa mengada-adakan komunitas itu, untuk kepentingan politik-ekonomi-budaya satu atau beberapa kelompok berkuasa.

Heryanto, Ariel (1999) “Nonpribumi: Dibiarkan, Dibaurkan, atau Dibubarkan?” dalam Pergulatan Intelektual Dalam Era Kegelisahan, Sindhunata (ed.), Yogyakarta: Kanisius, hal. 185-200.

kata kunci: etnisitas, identitas, nonpribumi, tahayul, Tionghoa

Gugatan terhadap Otoriterisme di Indonesia dan Malaysia

2004_Gugatan terhadap Otoriterisme

Heryanto, A dan Mandal, S.K. (2004) “Gugatan terhadap Otoriterisme di Indonesia dan Malaysia”, dalam A. Heryanto, A dan S.K.Mandal (eds), Menggugat Otoriterisme di Asia Tenggara, terjemahan Budiawan, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, hal. 1-46.

kata kunci: Cina, demokrasi, Indonesia, ISA, Malaysia, PKI, otoriterisme, reformasi, UMNO